Pembajakan Software

Pembajakan Software

Rabu, 21 November 2012

INDONESIA Peringkat ke-11 Negara Pembajak Software



Indonesia Peringkat ke-11 Negara Pembajak Software



Penjual software bajakan.

KOMPAS.com - Pelanggaran hak cipta software komputer di Indonesia masih tinggi dan bentuknya pun beragam.

Hal ini dikatakan oleh Sekjen Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan, Justisiari P Kesumah, pada Senin (9/7/2012).

Pelanggaran yang terjadi seperti perbanyakan secara ilegal, penggunaan software tanpa lisensi oleh individu dan perushaaan untuk kegiatan komersial, juga pemasangan software tanpa lisensi oleh penjual hardware.

"Berdasarkan International Data Cooperation (IDC) yang disiarkan pada April 2012, Indonesia masih menempati peringkat ke-11 dengan jumlah peredaran software bajakan sebesar 86 persen, dengan nilai kerugian 1,46 miliar dolar AS atau Rp 12,8 triliun," katanya dalam acara sosialisasi "Program Mal IT Bersih" di Yogyakarta.

Ia mengatakan tingginya angka pembajakan itu berdampak negatif terhadap negara, antara lain berkurangnya potensi penerimaan negara di sektor pajak, hilangnya peluang kerja, berkurangnya kreativitas membuat software sendiri, serta menurunnya daya saing bagi industri kreatif di Indonesia.

Guna mengantisipasi pelanggaran ini, Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bekerja sama dengan Mabes Polri dan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM menggelar "Program Mal IT Bersih" dari pembajakan software.

Program ini diselenggaran Juli hingga November 2012 di beberapa kota besar di Indonesia, antara lain Yogyakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar.

Sementara itu, Direktur Penyidikan Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Muhammad Adri mengatakan pelanggaran hak cipta software berada pada taraf yang meresahkan.

"Pelanggaran hak cipta ini tidak saja menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menurunkan kreativitas, dan menurunkan kepercayaan dari negara-negara produsen," katanya.

Berikut peringkat negara dengan tingkat pembajakan terbesar:
1. Georgia
2. Zimbabwe
3. Bangladesh
4. Moldova
5. Yemen
6. Armenia
7. Venezuela
8. Belarus
9. Libya
10. Azerbaijan
11. Indonesia
12. Ukraina
13. Sri Lanka
14. Irak
15. Pakistan
16. Vietnam
17. Algeria
18. Paraguay
19. Nigeria
20. Kamerun

UNDANG-UNDANG NO.19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA

Undang-undang No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta bisa didownload disini

DAMPAK NEGATIF PEMBAJAKAN SOFTWARE DAN KEMAJUAN EKONOMI SUATU NEGARA


Dalam sebuah penelitian yang dilakukan International Data Corp (IDC) dan diterbitkan pada bulan Mei Tahun ini bertajuk 2009 Global Software Piracy Study, disimpulkan bahwa peng-install-an software tanpa lisensi pada komputer (PC) di Indonesia meningkat satu poin menjadi 86% pada 2009 dibanding tahun sebelumnya. IDC lebih lanjut memperkirakan bahwa nilai software tanpa lisensi di Indonesia pada 2009 juga meningkat tajam menjadi US$ 886 juta.
Berdasarkan penelitian IDC yang belum lama ini diumumkan secara global. Studi bertajuk ”Dampak Ekonomi dari Pengurangan Tingkat Pembajakan Peranti Lunak” ini meneliti manfaat ekonomi yang diperoleh dengan menekan pembajakan software di 42 negara di seluruh dunia. Untuk Indonesia, studi ini menyimpulkan bahwa mengurangi tingkat pembajakan software sebesar 10 persen selama empat tahun akan menciptakan lebih dari 1.884 lapangan pekerjaan berkualifikasi high- tech job, meningkatkan GDP sebesar US$ 2,4 miliar, dan menghasilkan pemasukan pajak hampir sebesar US$ 124 juta pada 2013. Lebih penting lagi, diperkirakan 55 persen dari manfaat tersebut dinikmati di tingkat ekonomi lokal.
Pembajakan Software dan Kemajuan Ekonomi Suatu Negara
Ketergantungan suatu negara terhadap software bajakan akan menyebabkan kemunduran ekonomi. Tertutupnya lapangan pekerjaan di sektor ekonomi kreatif (Software) bagi para pencari kerja baru. Dengan tertutupnya peluang pekerjaan ini maka akan terjadi stagnasi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, perusahaan-perusahaan IT Dunia akan enggan untuk berinvestasi di Indonesia. Untuk itu, maka diperlukan sebuah kebijakan akan pentingnya perlindungan Hak Cipta Software ini. Kesadaran menggunakan software original harus sudah menjadi budaya masyarakat kita. Didalam Undang-Undang Hak Cipta No 19 Tahun 2002 pasal 30 tentang Hak Cipta atas Ciptaan Program Komputer diatur masa waktu perlindungan software yaitu berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan (dipasarkan). Jika selama 50 tahun masa perlindungan ini sangat efektif maka imbasnya adalah besarnya nilai pajak yang akan dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan IT yang berinvestasi di Indonesia. Namun yang terjadi adalah, ketika pertama kali versi trial software itu di rilis maka tidak lama kemudian versi bajakannya telah beredar di Indonesia. Lebih parah lagi jika software hasil 100 % Indonesia dibajak di negeri sendiri, maka otomatis vendor lokal software lokal akan ambruk dan tidak bisa pula memberikan pajaknya dari setiap penjualan software original tersebut.
Oleh karena itu, sebuah negara berkembang yang tinggi tingkat pembajakan softwarenya akan susah untuk maju menjadi negara yang maju di bidang IPTEK. Karena fondasi dasar ekonomi kreatifnya sangat lemah dalam hal perlindungan Hak Kekayaan Intelektualnya (HKI). Selain itu dengan tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pembajakan software ini akan menyebabkan tingkat ketergantungan yang cukup akut terhadap mandeknya kreatifitas dan inovasi masyarakat Indonesia. Kita hanya akan terjebak kepada pola instan, terjebak kepada masyarakat konsumtif, dan tidak akan pernah berniat untuk berubah menjadi bangsa produktif yang bisa menghasilkan berbagai software mandiri. Untuk memutus siklus pembajakan software ini, kiranya perlu dilakukan dua kebijakan tegas yaitu : (1). Mendukung penuh penegakan Hukum di Bidang Software Berbayar, dan (2). Mendukung penuh penggunaan software opensource (terbuka) yang bersifat gratis. Kedua kebijakan ini harus sudah dituangkan kedalam kurikulum pembelajaran di mulai sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Karena sesunggunya sadar HKI ini paling banyak di sektor Pendidikan. Jika setiap peserta didik faham dengan baik akan HKI di bidang software maka dengan sendirinya mereka akan berfikir untuk menghasilkan sendiri sofware secara mandiri.

CONTOH KASUS PEMBAJAKAN SOFTWARE


Mengindikasikan sedikitnya ada 17 orang, termasuk staf dari Microsoft Corp. dan dua orang Eropa, yang diduga melanggar copyright terhadap lebih dari 5.000 software komputer. Dua belas di antaranya merupakan anggota kelompok yang menamakan dirinya pirates with attitude (PWA). Kelompok ini, merupakan jaringan pembajakan software yang dicari-cari pemerintah Amerika tahun lalu. Web site mereka diidentifikasi oleh pengadilan sebagai sentinel atau warez, yang berlokasi di sebuah komputer yang disimpan di University of Sherbrooke di Quebec. Dan semua software yang disediakan di komputer ini diberi copy protection oleh para anggotanya. Semua program (sistem operasi, program aplikasi seperti pengolah kata dan analisis data, game, serta file musik MP3 disediakan untuk di-download melalui akses khusus yang dirahasiakan.
          Sementara empat staf dari Santa Clara, basis Intel di California, memberikan sejumlah hard disk berkapasitas besar ke situs ini di Kanada pada tahun 1998. Atas perlakuan ini, mereka dan staf Intel lainnya yang ikut memberikan akses ke software bajakan, 15 di antaranya sudah ditahan. Beberapa staf Microsoft Corp. di Redmond, Washington juga diduga kuat menyelundupkan sejumlah software kepada situs sentinel atau warez ini. Caranya, PWA diberikan akses ke jaringan internal Microsoft. Jika terbukti, para tersangka harus mendekam lima tahun di penjara dan diharuskan membayar denda US$250.000, atau diharuskan membayar dua kali lipat dari kerugian perusahaan, yang berarti jauh lebih besar.

PENYEBAB Terjadinya Pembajakan Software



Sejak lama pembajakan terhadap software komputer telah menjadi fenomena di Indonesia. Pembajakan software dilakukan dengan menggunakan berbagai media, antara lain Disket, CD (Compaq Disk), dan sering pula dilakukan secara langsung dari komputer ke komputer dengan menggunakan kabel data. Dalam hal ini dirasakan kurang sekali perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta software. Memang diakui untuk melindungi software dari kasus pembajakan merupakan hal yang sulit, mengingat peng-copy-an software yang merupakan bentuk pembajakan software dapat dilakukan dengan cepat dan tanpa meninggalkan bekas karena didukung oleh kemajuan teknologi komputer yang semakin lama semakin canggih dewasa ini.

Saat ini pembajakan software sedang digalakkan. Hal ini antara lain dilakukan dengan melakukan razia-razia pada tempat-tempat yang memasarkan software dan kantor-kantor yang menggunakan komputer. Razia antara lain dilakukan pada toko komputer yang menjual hardware dan software komputer. Sebagai sebuah toko komputer, toko tersebut sering kali menjual komputer dilengkapi dengan software , sehingga pengguna software dapat langsung mengaplikasikan komputernya. Untuk meng-copy software ke dalam komputer pembeli, toko komputer harus mempunyai lisensi dari pemegang hak cipta software. Akan tetapi seringkali pemilik toko tidak memperpanjang lisensi tersebut sehingga terjadi pelanggaran hak cipta.

Pelanggaran hak cipta pembajakan software dapat dipastikan tidak akan semudah melakukan razia CD/VCD bajakan. Hal itu dikarenakan beberapa persoalan antara lain : bagaimana membuktikan yang original dan yang tidak original, kapan pelanggaran hak cipta software itu terjadi, apa bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta software tersebut, siapa yang terlibat, dan sebagainya. Dengan kata lain banyak tantangan menegakkan hukum di sektor ini. Terlebih lagi menyangkut ancaman tutupnya jutaan lembaga pendidikan serta lembaga kursus yang telah berhasil mencetak tenaga ahli komputer dengan biaya yang murah karena dilakukan dengan melakukan pelanggaran software pihak lain. Akankah kita hanya melihat software, sebagai barang mewah yang hanya jadi pajangan di toko-toko karena kita tidak mampu beli. Relakah perkembangan ilmu pengetahuan anak cucu kita terhenti karena mahalnya software.

Menurut daftar kata-kata WIPO (World Intellectual Property Organization) definisi pembajakan hak cipta dan hak terkait adalah memproduksi karya yang sudah dipublikasikan atau rekaman suara dengan alat apapun untuk di distribusikan pada masyarakat dan disiarkan ulang oleh badan siaran lain tanpa izin. Sedangkan menurut TRIPS yang dimaksud dengan barang-barang hak cipta bajakan adalah barang-barang yang salinannya dibuat tanpa izin pemegang hak atau orang yang diberi kuasa di negara di mana barang tersebut diproduksi dan dibuat langsung atau tidak langsung dari sebuah barang di mana pembuatan barang tiruannya merupakan sebuah pelanggaran hak cipta atau hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta menurut Undang-undang negara tujuan impor.

Kasus pelanggaran hak cipta pembajakan software disebabkan oleh beberapa faktor. Ketentuan satu mesin satu lisensi misalnya, telah membuat pengguna mengambil jalan pintas untuk menggunakan program bajakan, sedangkan di sisi lain penyalinan terhadap software mudah dilakukan.Sangat sulit untuk mencegah tindakan perbanyakan software yang dapat dilakukan dengan sangat mudah oleh pengguna komputer yang membutuhkan software itu dan tidak mempunyai alternatif lain sedangkan ia tidak mampu untuk membeli lisensi dengan harga yang mahal.

Pelanggaran software bukan saja berasal dari diri pribadi pengguna saja, karena terjadinya pelanggaran sering juga dipicu oleh keadaan dari program itu sendiri. Sangat sulit untuk mencegah tindakan perbanyakan software yang dapat dilakukan dengan sangat mudah oleh pengguna komputer yang membutuhkan software itu dan tidak mempunyai alternatif lain sedangkan ia tidak mampu untuk membeli lisensi dengan harga yang mahal. Hal ini tidak lepas dari :
1) Mahalnya harga lisensi. Sebagai gambaran harga dari lisensi Windows 98 berharga US $ 215 dan Windows 95 US $ 200, Windows 2003 US $ 240, dan Windows 2007 US $ 250.
2) Mudahnya melakukan penyalinan pada data-data yang disimpan dalam format digital.
3) Belum meluasnya informasi mengenai kemungkinan solusi dengan memanfaatkan open source. Bahkan BSA (Business Software Alliance) sendiri cenderung belum pernah mempromosikan open source sebagai langkah untuk mengurangi pembajakan di Indonesia.

Mengurai peta pembajakan di negeri ini sudah amat sulit apalagi menegakkan hukumnya atas pelanggaran tersebut. Dari aspek ekonomi, terdapat simbiosis mutualisme, terdapat saling diuntungkan dalam lingkaran pembajakan tersebut. Produk bajakan harganya murah sehingga masyarakat menengah ke bawah cenderung terjangkau membelinya, apalagi kualitasnya kadang tidak jauh berbeda dengan aslinya. Permintaan produk bajakan yang banyak diminati kalangan kelas menengah ke bawah menimbulkan minat investasi pelaku pembajakan, karena iming-iming profit yang besar, tanpa biaya promosi. Pelaku pembajakan mendapat keuntungan karena tidak membayar royalti, tidak membayar pajak. Dengan demikian semua pihak yang terlibat, yaitu masyarakat, penjual, pabrik mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Pada umumnya pada simbiosis mutualisme mereka sudah tidak menghiraukan lagi terdapatnya pihak lain yang dirugikan dari aktivitas pembajakan tersebut, hal ini kadang berakibat upaya penanganan terhadap pembajakan justru mendapat tantangan dari masyarakat sendiri. Dengan demikian benar apa yang dikatakan Chandra Darusman, bahwa angka pembajakan dapat dikurangi asalkan masyarakat juga turut berperan. Banyaknya pembajakan juga disebabkan karena banyaknya anggota masyarakat yang membeli hasil bajakan. Melihat besarnya jumlah nilai uang yang dihasilkan dari pembajakan tersebut (sehari kurang lebih 5 juta keping = Rp 450 Milyar/bulan), agaknya potensi untuk terjadinya konspirasi juga sangat besar. Dengan kecanggihan data intelijen saat ini juga patut diragukan kalau POLRI tidak mengetahui dengan pasti keberadaan mesin pengganda, yang jumlahnya mencapai kurang lebih 100 buah di Jawa ini.

Menyikapi maraknya pembajakan software di Indonesia, Ditjen HKI pernah mengirim surat melalui direct mailer kepada 10 ribu pengguna software untuk menggunakan software yang legal. Isi surat tersebut berupa himbauan agar menggunakan software bagi para pemakai software, terutama kalangan bisnis dan usahawan. Selain itu Ditjen HKI juga menandatangani MOU dengan kepolisian tanggal 10 Juni 2003 untuk mengefektifkan penegakan hukum di bidang pelanggaran HKI. Pemerintah Juga telah merancang pembentukan Tim penanggulangan pelanggaran HKI yang antara lain beranggotakan Kepolisian, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Depkeh dan HAM, serta Bea dan Cukai. Tim ini dirancang untuk menentukan arah penegakan pelanggaran di bidang HKI, termasuk memerangi pembajakan secara nasional.

SOLUSI Pembajakan Software

           Angka pembajakan dapat dikurangi asalkan masyarakat juga turut berperan dalam memberantas pembajakan ,dan Dorongan pemerintah untuk mensosialisasikan penggunaan software lokal buatan anak negeri juga sangat penting untuk mengurangi atau bahkan membasmi pembajakan software. Software-software buatan anak negeri pun harus mampu bersaing dengan software buatan luar negeri yang mahal. Dengan adanya produksi software dalam negeri juga nantinya akan menjadi sebuah daya tarik investasi luar negeri kepada Indonesia.

Pembuatan software resmi namun gratis pun juga sangat dinanti oleh para pengguna PC. Apalagi bagi para pengguna berkantong tipis yang tentunya tidak mampu membeli software resmi yang harganya cukup mahal. Memang pengembangan software gratis saat ini sedang menjadi salah satu fokus para pelaku industri software di Indonesia. Hal ini mengingat perkembangan teknologi di Indonesia sebagai negara berkembang yang cukup pesat sebagai akibat mudahnya arus globalisasi yang masuk ke Indonesia.

Peraturan tentang Hak Cipta software nantinya tidak akan diperlukan lagi ketika banyaknya software gratis yang memiliki kemampuan sama dengan software berbayar. Hal ini karena pengguna software akan lebih memilih produk asli yang murah. Hal lain yang perlu ditambah adalah kebanggan menggunakan produk software lokal karya anak bangsa Indonesia.


Ada enam langkah yang bisa ditempuh, kesemuanya mengacu pada proses pendidikan dan langkah proaktif serta teladan dari pihak pemerintah, diantaranya adalah :
Pertama, implementasi perjanjian perlindungan hak kekayaan intelektual sedunia (WIPO Copy Right Treaty). Diperkirakan sampai akhir tahun ini jumlah pengguna internet akan menembus angka satu miliar. Jumlah ini membuka kekuatan dan potensi industri software, namun tentu saja, potensi pembajakan online juga akan turut meningkat. Negara-negara di dunia diharapkan memperbarui regulasi yang selaras dengan prinsip-prinsip perjanjian WIPO. Salah satu di antaranya adalah penggunaan teknologi DRM (Digital Right Management). Meski masih mengandung sejumlah kontroversi, diyakini teknologi DRM yang maju ke depan akan semakin menurunkan tingkat pembajakan.
Kedua, menciptakan mekanisme yang kuat dan efektif sebagaimana konsensus TRIPS (Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights Agreement) dari Organisasi Perdagangan Internasional (WTO). Prinsipnya, aturan yang banyak tidak akan berarti jika tidak disertai mekanisme yang efektif untuk menegakkan aturan tersebut.
Ketiga, membangun sumber daya penegak aturan. Sering kali kejahatan pembajakan diperlakukan berbeda dibanding penjahat lain. Hukuman yang ringan tidak memberi efek jera. Lebih parah lagi, yang terkena hukuman hanyalah pemain kecil di lapangan. Sementara, atas perlindungan “langit”, pemain besar pembajakan malah tidak tersentuh.
Untuk itu, diharapkan negara-negara membangun unit-unit penegak aturan anti pembajakan yang dibekali dengan pengetahuan dan peralatan yang memadai. Karena perlu diingat, jenis kejahatan pembajakan sangat berbeda dengan kejahatan fisik, baik dari sisi penyidikan maupun pembuktian. Aspek ini perlu juga diperluas kerja sama dengan negara-negara lain mengingat lingkungan geografis pembajakan online yang meliputi semua negara di dunia.
Keempat, perlu digalakkan kampanye secara terus-menerus untuk meningkatkan kesadaran pentingnya menggunakan software legal. kalau di bank ada istilah know your customer, di industri mungkin bisa dikenalkan know your software. Dengan cara itulah, setiap pengguna mengetahui produk software yang digunakan memenuhi standar kepatuhan dan hukum. Kalau tidak, pembajakan software mungkin akan terus menjadi benang kusut yang bukannya menguntungkan, tapi kerugiannya merembet ke berbagai sektor ekonomi.
Kelima, pendidikan dan membangun kesadaran masyarakat tentang tindak kejahatan pembajakan yang harus disikapi baik secara mental dan pola pikir sama seperti tindak kejahatan lain. Sering kali masyarakat kita bersiap rancu dari sisi moral, tidak menganggap produk bajakan sebagai barang curian. Bahkan sekali pun sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam, fatwa MUI yang jelas-jelas mengharamkan produk bajakan pun tidak banyak mendapat perhatian.
Keenam, dengan memberi contoh. Karena pemerintahan adalah pengguna software terbesar di dunia, salah satu cara paling efektif untuk memberi pendidikan pada masyarakat adalah dengan menunjukkan contoh nyata penggunaan software legal di pemerintahan. Secara legal ada beberapa keputusan pemerintah yang mengharuskan setiap software yang digunakan harus legal.
Meski data pembajakan bangsa kita memalukan, namun bukan berarti tidak ada harapan. Banyak contoh di negara-negara lain, usaha yang konsisten dan didukung semua lapisan masyarakat mendapatkan hasil yang setimpal. 

DEFINISI Pembajakan Software

          Menurut BSA (Business Software Alliance) Adalah : Pembajakan piranti lunak adalah penyalinan atau penyebaran secara tidak sah atas piranti lunak yang dilindungi undang-undang. Hal ini dapat dilakukan dengan penyalinan, pengunduhan, sharing, penjualan, atau penginstallan beberapa salinan ke komputer personal atau kerja.


Secara sederhana, membuat atau mendownload salinan tidak resmi dari piranti lunak adalah tindakan melanggar hukum, tidak peduli berapa banyak salinan atau berapa orang yang terlibat.

Membuat beberapa salinan untuk teman, menyewakan disk, mendistribusikan atau mendownload piranti lunak bajakan dari internet, maupun membeli satu program piranti lunak dan kemudian menginstalnya pada beberapa komputer, ini termasuk pembajakan.

Tidak peduli apakah Anda melakukannya untuk menghasilkan uang atau tidak, jika perusahaan Anda tertangkap menyalin piranti lunak, Anda dapat dituntut secara perdata dan pidana. Denda perdata dapat mencapai Rp 500 juta per program piranti liunak yang dibajak.

Jumat, 16 November 2012

DAFTAR PUSTAKA


Santoso, Budi, Butir-Butir Berserakan Hak Atas Kekayaan Intelektual (Desain Industri), (Bandung: CV Mandar Maju, 2005
============, Dekonstruksi Hak Cipta, Studi Evaluasi Konsep Pengakuan Hak dalam Hak Cipta di Indonesia, Disertasi, Program Doktor Ilmu  abiHukum, Universitas Diponegoro, Semarang, 2006.
Darusman, Chandra, Cakap-Cakap, News Music, No. 4/II/April 2001.
Endeshaw, Asafa, Internet and E-Commerce with a focus on Asia Pacific, Prentice hall.
lbajakan.htmIndonesia Go Open Source! » Tingkat Pem. www.detikInet.com
Lisensi Software./htm ikInet.com.Hargatwww.de
www.proghita.com/Kerugian Pembajakan Software Hingga Milyaran.htm/Herdy Mertadinata
www.ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/10/20/dampak-negatif-pembajakan-software-bagi-kemajuan-ekonomi-indonesia