Pembajakan Software

Pembajakan Software

Rabu, 21 November 2012

PENYEBAB Terjadinya Pembajakan Software



Sejak lama pembajakan terhadap software komputer telah menjadi fenomena di Indonesia. Pembajakan software dilakukan dengan menggunakan berbagai media, antara lain Disket, CD (Compaq Disk), dan sering pula dilakukan secara langsung dari komputer ke komputer dengan menggunakan kabel data. Dalam hal ini dirasakan kurang sekali perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta software. Memang diakui untuk melindungi software dari kasus pembajakan merupakan hal yang sulit, mengingat peng-copy-an software yang merupakan bentuk pembajakan software dapat dilakukan dengan cepat dan tanpa meninggalkan bekas karena didukung oleh kemajuan teknologi komputer yang semakin lama semakin canggih dewasa ini.

Saat ini pembajakan software sedang digalakkan. Hal ini antara lain dilakukan dengan melakukan razia-razia pada tempat-tempat yang memasarkan software dan kantor-kantor yang menggunakan komputer. Razia antara lain dilakukan pada toko komputer yang menjual hardware dan software komputer. Sebagai sebuah toko komputer, toko tersebut sering kali menjual komputer dilengkapi dengan software , sehingga pengguna software dapat langsung mengaplikasikan komputernya. Untuk meng-copy software ke dalam komputer pembeli, toko komputer harus mempunyai lisensi dari pemegang hak cipta software. Akan tetapi seringkali pemilik toko tidak memperpanjang lisensi tersebut sehingga terjadi pelanggaran hak cipta.

Pelanggaran hak cipta pembajakan software dapat dipastikan tidak akan semudah melakukan razia CD/VCD bajakan. Hal itu dikarenakan beberapa persoalan antara lain : bagaimana membuktikan yang original dan yang tidak original, kapan pelanggaran hak cipta software itu terjadi, apa bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta software tersebut, siapa yang terlibat, dan sebagainya. Dengan kata lain banyak tantangan menegakkan hukum di sektor ini. Terlebih lagi menyangkut ancaman tutupnya jutaan lembaga pendidikan serta lembaga kursus yang telah berhasil mencetak tenaga ahli komputer dengan biaya yang murah karena dilakukan dengan melakukan pelanggaran software pihak lain. Akankah kita hanya melihat software, sebagai barang mewah yang hanya jadi pajangan di toko-toko karena kita tidak mampu beli. Relakah perkembangan ilmu pengetahuan anak cucu kita terhenti karena mahalnya software.

Menurut daftar kata-kata WIPO (World Intellectual Property Organization) definisi pembajakan hak cipta dan hak terkait adalah memproduksi karya yang sudah dipublikasikan atau rekaman suara dengan alat apapun untuk di distribusikan pada masyarakat dan disiarkan ulang oleh badan siaran lain tanpa izin. Sedangkan menurut TRIPS yang dimaksud dengan barang-barang hak cipta bajakan adalah barang-barang yang salinannya dibuat tanpa izin pemegang hak atau orang yang diberi kuasa di negara di mana barang tersebut diproduksi dan dibuat langsung atau tidak langsung dari sebuah barang di mana pembuatan barang tiruannya merupakan sebuah pelanggaran hak cipta atau hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta menurut Undang-undang negara tujuan impor.

Kasus pelanggaran hak cipta pembajakan software disebabkan oleh beberapa faktor. Ketentuan satu mesin satu lisensi misalnya, telah membuat pengguna mengambil jalan pintas untuk menggunakan program bajakan, sedangkan di sisi lain penyalinan terhadap software mudah dilakukan.Sangat sulit untuk mencegah tindakan perbanyakan software yang dapat dilakukan dengan sangat mudah oleh pengguna komputer yang membutuhkan software itu dan tidak mempunyai alternatif lain sedangkan ia tidak mampu untuk membeli lisensi dengan harga yang mahal.

Pelanggaran software bukan saja berasal dari diri pribadi pengguna saja, karena terjadinya pelanggaran sering juga dipicu oleh keadaan dari program itu sendiri. Sangat sulit untuk mencegah tindakan perbanyakan software yang dapat dilakukan dengan sangat mudah oleh pengguna komputer yang membutuhkan software itu dan tidak mempunyai alternatif lain sedangkan ia tidak mampu untuk membeli lisensi dengan harga yang mahal. Hal ini tidak lepas dari :
1) Mahalnya harga lisensi. Sebagai gambaran harga dari lisensi Windows 98 berharga US $ 215 dan Windows 95 US $ 200, Windows 2003 US $ 240, dan Windows 2007 US $ 250.
2) Mudahnya melakukan penyalinan pada data-data yang disimpan dalam format digital.
3) Belum meluasnya informasi mengenai kemungkinan solusi dengan memanfaatkan open source. Bahkan BSA (Business Software Alliance) sendiri cenderung belum pernah mempromosikan open source sebagai langkah untuk mengurangi pembajakan di Indonesia.

Mengurai peta pembajakan di negeri ini sudah amat sulit apalagi menegakkan hukumnya atas pelanggaran tersebut. Dari aspek ekonomi, terdapat simbiosis mutualisme, terdapat saling diuntungkan dalam lingkaran pembajakan tersebut. Produk bajakan harganya murah sehingga masyarakat menengah ke bawah cenderung terjangkau membelinya, apalagi kualitasnya kadang tidak jauh berbeda dengan aslinya. Permintaan produk bajakan yang banyak diminati kalangan kelas menengah ke bawah menimbulkan minat investasi pelaku pembajakan, karena iming-iming profit yang besar, tanpa biaya promosi. Pelaku pembajakan mendapat keuntungan karena tidak membayar royalti, tidak membayar pajak. Dengan demikian semua pihak yang terlibat, yaitu masyarakat, penjual, pabrik mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut. Pada umumnya pada simbiosis mutualisme mereka sudah tidak menghiraukan lagi terdapatnya pihak lain yang dirugikan dari aktivitas pembajakan tersebut, hal ini kadang berakibat upaya penanganan terhadap pembajakan justru mendapat tantangan dari masyarakat sendiri. Dengan demikian benar apa yang dikatakan Chandra Darusman, bahwa angka pembajakan dapat dikurangi asalkan masyarakat juga turut berperan. Banyaknya pembajakan juga disebabkan karena banyaknya anggota masyarakat yang membeli hasil bajakan. Melihat besarnya jumlah nilai uang yang dihasilkan dari pembajakan tersebut (sehari kurang lebih 5 juta keping = Rp 450 Milyar/bulan), agaknya potensi untuk terjadinya konspirasi juga sangat besar. Dengan kecanggihan data intelijen saat ini juga patut diragukan kalau POLRI tidak mengetahui dengan pasti keberadaan mesin pengganda, yang jumlahnya mencapai kurang lebih 100 buah di Jawa ini.

Menyikapi maraknya pembajakan software di Indonesia, Ditjen HKI pernah mengirim surat melalui direct mailer kepada 10 ribu pengguna software untuk menggunakan software yang legal. Isi surat tersebut berupa himbauan agar menggunakan software bagi para pemakai software, terutama kalangan bisnis dan usahawan. Selain itu Ditjen HKI juga menandatangani MOU dengan kepolisian tanggal 10 Juni 2003 untuk mengefektifkan penegakan hukum di bidang pelanggaran HKI. Pemerintah Juga telah merancang pembentukan Tim penanggulangan pelanggaran HKI yang antara lain beranggotakan Kepolisian, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Depkeh dan HAM, serta Bea dan Cukai. Tim ini dirancang untuk menentukan arah penegakan pelanggaran di bidang HKI, termasuk memerangi pembajakan secara nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar